Menyelamatkan kawasan cagar Budaya demi eksisnya julukan sebagai “kota Seribu Gua”-Tuban - Barno Suud

Situs Pribadi Barno Suud. Berisi Ilmu Pengetahuan (Knowledge), Planologi (Perencanaan Wilayah dan Kota), Teknik Lingkungan, GIS (Geographic Information System), Agama Islam, Lagu Islam, Sharing Perjuangan, Romance, Bisnis, Traveling, Jasa Pembuatan Peta Digital, Serta artikel bermanfaat lainnya.


Breaking

Home Top Ad

Jangan biarkan Rezeki & Ilmumu hanya untuk dirimu Sendiri . . . !!!

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Thursday, January 13, 2011

Menyelamatkan kawasan cagar Budaya demi eksisnya julukan sebagai “kota Seribu Gua”-Tuban



“Kota Seribu Gua” 
itulah salah satu julukan yang disandang Kota Tuban. Kota yang banyak memiliki goa. Karena hampir di setiap kecamatan ada gua dengan aneka bentuk. Namun menyayangkan, julukan kota seribu goa ini bisa saja tidak bertahan lama lagi, karena sebagian besar gua saat ini sebagian besar kondisinya tidak terawat. 
Hasil penelitian tim Universitas Atmajaya dan Universitas Ronggolawe (Unirow) Tuban tercatat lebih dari 500 gua yang tersebar di sebagian besar Kecamatan di Tuban, Kecuali Kecamatan Bangilan, Senori, Bancar, dan Widang. Kecamatan yang punya goa paling banyak antara lain Montong, Kerek, Meraurak, Kota Tuban, Grabakan, Rengel, dan Palang. Rata-rata punya lebih dari dua gua. 
Namun sayang, saat ini sekitar 80% gua dalam kondisi rusak parah akibat penambangan ilegal. Yang merusak adalah penambangan batu phospat. Batu-batu di dasar gua ditambang untuk dijual ke perusahaan pembuat pupuk. Hampir semua penambangan phospat di Tuban tidak berizin alias ilegal. Menurut beberapa sumber, penambangan batu phospat mulai marak di Tuban sejak 2000. Semakin hari, kerusakan lingkungan di lokasi penambangan semakin parah. Apalagi, mulai 2007 hingga kini penambangan phospat hampir terjadi di semua gua. Aktivitas penambangan paling banyak terjadi di Kecamatan Montong. Para aktivis kesulitan membendung kegiatan eksploitasi gua. Satu-satunya cara yang selama ini kerap ditempuh adalah melapor kepada pemerintah setempat dan aparat terkait. Bahkan, Cagar juga sempat melaporkan hal ini kepada Kementrian Lingkungan Hidup, Sub Bidang Pengelolaan Kawasan Kars, Jawa-Bali di Jogjakarta. Tapi, aksi penjarahan gua tetap berlangsung di Tuban sampai sekarang. 
Sebagai mana yang disebutkan diatas, 80% gua rusak parah diakibatkan oleh penambangan illegal. Tapi ada gua yang rusak gara-gara faktor lain. 
Goa Suci Suci di dusun Suci desa Wangun Kecamatan Palang, Tuban yang diputuskan sebagai cagar budaya peninggalan sejarah Majapahit sebentar lagi akan dtenggelamkan lumpur sawah dan tanah tegal disekitarnya. Karena lahan disekitarnya status kepemilikan lahannya milik perorangan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Sehingga kedalaman gua yang semula 14 meter kini di bagian tengah yang punya fungsi masuknya sinar matahari tinggal 5 meter dari permukaan tanah. Akses jalan menuju ke dusun Suci dari jalan raya Palang sepanjang 3 kilometer jelek kondisinya, jembatanya pun rusak berat dan baru diperbaiki. Sementara akses jalan desa menuju ke gua tidak ada sama sekali sehingga harus melanggar tanaman milik petani. 
Tanda-tanda situs hanya papan yang menunjukkan bahwa di sini ada situs yang dijadikan cagar budaya yang tidak boleh diganggu dan dilindungi undang-undang. Situs gua yang digali pada zaman kerajaan Mojopahit tahun 1296 (sesuai pahatan di mulut gua dalam huruf Jawa kuno) ini ada hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto. 
Situs yang ditemukan pada tahun 1976 oleh penggali batu bata putih (kumbung) ini diresmikan sebagai obyek wisata oleh Bupati Masduki. Sampai saat ini karena gua ini antik dan penuh pahatan yang punya nilai seni tersendiri bahkan di salah satu ruangannya ada jurang wayang yang menggambarkan kegantengan Raden Harjuna (Arjuno). 

Juru kunci Gua Suci, Nuradji (64 tahun) yang menjadi penjaga gua selama 30 tahun terakhir ini merasa prihatin dengan kondisi gua yang makin tenggelam. Jurang Wayang kini sudah tidak nampak lagi, setiap jam 12 siang ketika matahari berada di atas kepala, gua akan terang benderang dan nampak indah, kini tidak lagi bisa terlihat jelas 
Menurut Nuradji, batu padas yang keras dari gua ini diambil oleh kerajaan Mojopahit untuk istana di pusat pemerintahan Trowulan Mojokerto Mojopahit. Pahatan batu cadas masih terlihat jelas dan rapi cara pengambilannya, seperti mesin tetapi penuh seni dan inilah kelebihan Gua Suci. 
Saat ini masih ada empat ruangan yang utuh. Ada satu ruangan yang ambruk di bagian selatan karena terkena gempa pada tahun 70-an. Yang tersisa ini harus dilestarikan dan pihaknya sudah lapor ke balai Meseum Trowulan yang menaungi cagar budaya ini. 


Menurut saya, Keberadaan gua yang berada di tanah seluas 6.250 m2 milik Marsidin yang kini ahli warisnya Darum ini merupakan cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit yang harus di jaga kelestariannya. Karena dengan keberadaan situs cagar budaya ini eksistensi Tuban sebagai “Kota Seribu Gua” tetep terjaga. Disamping itu bisa menjadi warisan buat generasi muda yang ingin tahu peninggalan nenek moyangnya yang sampai saat ini masih tetap terawat dengan baik. 
Dalam pandangan bisnis, gua ini memiliki juga nilai ekonomis yang cukup bagus. Jika dikembangkan bisa menjadi salah satu PAD Kabupaten Tuban. Disamping itu, dengan dikembangkannya kawasan cagar budaya ini juga bisa membantu mengurangi pengangguran penduduk sekitar, yakni bisa membuka lapangan baru. Untuk itu perlu adanya pengelolaan kawasan cagar budaya ini demi kelestariannya. 
Peranan pemerintah sangatlah penting dalam masalah cagar budaya ini. Beberapa usaha yang bisa ditempuh dalam pengelolaan kawasan cagar budaya demi menyelamatkan kelestarian cagar budaya ini diantaranya: 
1) Penyediaan infrastruktur 
Perbaikan akses menuju dusun suci dari jalan Palang Raya, menyediaakan akses jalan menuju gua agar pengunjung bisa masuk dengan nyaman. 
2) Pembeliaan tanah 
Pembeliaan tanah seluas 6.250 m2 milik Marsidin yang kini dikuasai oleh ahli warisnya Darum oleh pihak terkait. 
3) Perbaikan manajemen pengelolaan 
Pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak swasta dalam manajemen pengelolaan cagar budaya ini. 
4) Perlindungan cagar budaya 
Dibangun pagar untuk menahan tanah dan lumpur yang masuk ke gua. 
Selain usaha-usaha diatas, perlu didukung dengan keberadaan instrumen yang memadai agar pengelolaan kawasan cagar budaya ini dapat terselenggara secara efisien dan efektif. Instrumen dimaksud diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap proses analisis permasalahan dan penyesuaian kebijakan pengelolaan kawasan cagar budaya demi kelsestarian , yang kemudian diperkuat dengan instrumen hukum (misal UU, PP, Keppres hingga Perda). Beberapa instrumen hukum diantaranya UU-RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; UU-RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; PP-RI No. 10 tahun 1993 tentang pelaksanaan UU-RI No. 5 tahun 1992 tentang Cagar Budaya; PP-RI No. 38 tahun 2007 tentang Pembangunan Urusan Pemerintah; Keputusan MENDIKBUD No. 087/P/1993 tentang Pendaftaran Benda Cagar Budaya, Keputusan MENDIKBUD No. 062/U/1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan dan Penghapusan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs; Keputusan MENDIKBUD No. 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya; Keputusan MENDIKBUD No. 064/U/1995 tentang Penelitian dan Penetapan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs. Disamaping itu pada tahap pengelolaan kawasan cagar budaya, instrumen yang diperlukan yang dibutuhkan adalah perizinan (seperti izin penambangan, izin lokasi, dan penegakan sanksi hukum atas bentuk-bentuk pelanggaran). 


NB :
*Tulisan ini beberapa ada copas dari berbagai Sumber di Internet

12 comments:

  1. seharusnya memang dilestarikan....

    ReplyDelete
  2. iya,
    tapi kenyataannya sekarang ya kayak gt dechh :-)
    padal harusnya kita bangga ya, punya banyak gua, yang berpotensi sbgai objek wisata,,, :-)

    ReplyDelete
  3. Tuban sepertinya kalah jauh dr lamongan klo soal wisata dan budaya.. semangat...

    ReplyDelete
  4. iyappp, benerr,
    tapi setidaknya eksistensi menyandang julukan sebagai kota seribu gua tetap bertahan.
    yang menunjukkan kekahasan Tuban. hahahahha :-)

    ReplyDelete
  5. aq pngen kesana lagi.... hahahaa

    ReplyDelete
  6. @Kafid: lohh, kamu pernah kesana ta Fid???? hehehe :-)

    ReplyDelete
  7. bagaiman peran kebijakan untuk mengatasi persoalan tersenut??
    dari masyarakatnya sendiri bagaimana partisipasinya?

    ReplyDelete
  8. dalam persoalan tersebut,, instrumen pa yang anda gunakan untuk mengatasinya?
    adakan instrumen kebijakan yang anda gunakan?

    ReplyDelete
  9. Sebenarnya masih ada banyak lagi tempat-tempat wisata yang lain, yang belum ter ekspose keluar.
    Seperti di sekitar rumah saya,
    Semoga kita tetap bisa melestarikannya,,,

    ReplyDelete
  10. @Huda: Amminnn ...
    itulah, kita harus meningkatkan kesadaran dimulai dari diri kita sendiri memikirkannya agar peduli terhadap tempat2 wisata tersebut

    ReplyDelete
  11. harusnya penduduk setempat bekerja sama dengan pemerintah untuk menjaga kelestarian goa tersebut...
    nah,kalau udah lestari kan yang seneng juga penduduk sekitarnya....

    ReplyDelete

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here